Selasa, 05 November 2013

Asosiasi Pemerintah Daerah Tingkatkan Anggaran Sanitasi Minimal 2 Persen

Jakarta, (Analisa). Asosiasi pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan DPRD menyepakati untuk meningkatkan porsi anggaran sanitasi dan air minum minimal dua persen dari APBD. Hal ini untuk mempercepat pembangunan sanitasi dan air minum yang merupakan pelayanan dasar kepada masyarakat. Kesepakatan ini tertuang dalam nota kesepahaman yang ditandatangani perwakilan asosiasi masing-masing di akhir Konferensi Sanitasi dan Air Minum (KSAN) 2013 di Geung Balai Kartini, Jakarta, Kamis (31/10). Dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apkasi) HM Idaham yang juga Walikota Binjai dan Ketua Asosiasi Kabupaten Kota Peduli Sanitasi Rizal Effendi turut dihadiri Wakil Menteri Bappenas Dr Lukita Dinarsyah, unsur kementerian terkait, ratusan utusan kepala daerah, Senior Economic WSP World Bank, para penggiat sanitasi, LSM dan mitra kerja peduli sanitasi. Sebelumnya, dalam sesi diskusi tentang penganggaran sanitasi dan air minum, Wamen Keuangan, Prof Bambang Brojonegoro menyebutkan, dari pemerintah pusat sendiri ada rencana untuk mengalihkan anggaran yang sebelumnya ada di Kementerian Pekerjaan Umum untuk sanitasi menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK). Begitupun DAK akan diberikan bagi daerah yang memiliki komitmen untuk peningkatan sanitasi. Salah satu wujud komitmen adanya alokasi anggaran untuk sanitasi. Menurutya, kerugian Indonesia sebesar Rp56 triliun jika tidak ada intervensi untuk sanitasi dan air minum, tidak bisa dianggap kecil. Untuk itu daerah diminta memiliki komitmen yang kuat dan memprioritaskan persoalan ini. “Saat ini kita membicarakan ketahanan pangan dan energi. Karena bisa mengancam kenyaman hidup masa depan. Tapi kita lupakan soal sanitasi dan air. Pdhal itu paling dasar karena menyangkut kebuthan sehari-hari,” jelas Bambang. Begitu juga soal air bersih. Menurutnya, perlu ada subsidi pemerintahan daerah kepada PDAM. Kalau tidak ada subsidi, dikhawatirkan PDAM akan kolaps mengingat besarnya biaya produksi untuk air minum bersih yang tidak sebanding dengan tarif kepada konsumen. “Kalau pemerintah pusat menyubsidi BBM, maka pemerintah daerah bisa memberikan subsidi kepada PDAM,” ucapnya. Selain itu, katanya, pemerintah juga sudah menyiapkan regulasi paket penyelamatan PDAM. Caranya dengan memberikan akses pinjaman dari bank dengan jaminan pemerintah. “Tentunya bank akan bersedia meminjamkan dana untuk perbaikan layanan di PDAM. Namun, pihak manajemen juga harus komit juga merestrukturisasi sebelum dapat pinjaman tersebut,”� jelasnya. Namun dia mengingatkan, adanya DAK untuk sanitasi nanti harus selaras dengan target yang diharapkan. “Di sini, kementerian kelembagaan terkait juga diberikan kewenangan untuk mengawasi realisasi DAK tersebut,” ucapnya. Hal serupa juga dikatakan Wamen Bappenas, Lukita Dinarsyah. “Kita sepakat bahwa urusan sanitasi dan air minum satu kebutuhan penting yang menjadi kewajiban semua untuk merealisasikan agar rakyat bisa menikmati sanitasi dan air minun yang bersih serta terjangkat,” katanya. Menurutnya, kata kuncinya harus ada percepatan pembangunan sanitasi dan air minum. Karena, kalau didiamkan maka kerugian akan semakin besar. Sebaliknya, jika ditingkat manfaat ekonominya juga sangat besar. Wamen Bapenas juga sepakat dan dorong dana yang ada di Kemen PU mejadi DAK. “Soalnya, urusan sanitasi dan air minum itu memang urusan wajib pemerintah kabupaten/kota. “Kita harapkan dana yang besar itu betul-betul digunakan untuk sanitasi dan air minum. Adanya alokasi dalam APBD dari DAK, maka targetnya harus tercapai,” katanya. Dalam diskusi itu, Walikota Binjai, HM Idaham SH MSi yang mewakili Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) menyebutkan, sebenarnya pemerintah daerah berusaha memberikan subsidi kepada PDAM. Hanya saja, kondisi keuangan daerah yang tidak memadai. “Kami bukan tak mau menyubsidi PDAM, tapi DAU (dana alokasi khusus) tak cukup. Karena 54 persen untuk belanja pegawai, Kalau subsidi PDAM bagaimana lagi. Hal ini tidak bisa disamakan dengan subsidi BBM,” katanya. Di lain pihak, katanya, untuk mendapatkan gelontoran dana dari pusat harus ada dana pendamping yang disiapkan pemerintah daerah. Jika ini menjadi patokan, maka bagi daerah yang anggarannya sedikit sulit untuk mendapatkannya. Soal ini, dia menyarankan jangan terfokus besaran dana pendamping, agar daerah bisa mendapat anggaran sanitasi dari pusat. Selain itu, juga ada perlu sinkronisasi lintas kementerian dalam hal sanitasi. Agar program yang ada bisa berjalan maksimal di daerah. “Sebenarnya lagi, yang paling penting adalah kesadaran masyarakat dalam hal sanitasi. Di sini perlu kampanye berkelanjutan untuk menyadarkan masyarakat,” ucapnya. “Uang tidak jadikan jaminan keberhasilan sanitasi, karena di daerah, kita berhadapan dengan prilaku masyarakat. Contohnya, kita buat wc komunal, namun masy belum tentu mau,”� jelasnya. Semua usulan Idaham mendapat tanggapan dari kedua wakil menteri. Soal dana pendamping, nanti pemerintah tidak memaksa lebih besar. “Artinya kalaupun ada satu dua persen, itu sudah cukup bagus dan bisa mendapatkan dana DAK sanitasi. Karena itu sudah menunjukkan adanya komitmen,” sebut Lukito. Begitu juga soal kampanye untuk kesadaran masyarakat. Kedua Wamen sepakat untuk mengusulkan agar alokasi anggaran sosialisasi dan kampanye sanitasi perlu ditingkatkan. Soalnya, pembangunan fisik tanpa kesadaran masyaraka sulit untuk berhasil. (nai)

0 komentar:

Posting Komentar